Kisah dan Lika-likunya menjadi Konglomerat
Eka Tjipta Widjaja, lahir di Hokian , China ,
3 Oktober 1923 dengan nama asli Oei Ek Tjhong. Beliau merupakan pendiri Sinar
Mas Group, PT Tjiwi Kimia, dan memiliki perusahaan-perusahaan lainnya yang
beliau kelola. Di dalam dunia bisnis Indonesia ,
nama beliau tidak diragukan lagi,ini semua berkat keuletan dan kerja kerasnya
sewaktu kecil, sehingga sekarang beliau berhasil menduduki posisi ketiga dalam
daftar sepuluh orang terkaya di Indonesia
(versi majalah Forbes). Di balik kesuksesan beliau dalam menggeluti dunia
bisnis, ternyata beliau tidak pernah mengenyam pendidikan dengan sempurna, hal
ini dikarenakan keluarga beliau yang tidak kaya.
Perjalanan Hidup
Pada tahun 1932, beliau bersama ibunya hijrah dari China
ke Indonesia ,
tepatnya Makassar , ketika usia beliau 9 tahun. Setiba di
Makassar, Eka kecil segera membantu ayahnya berjualan di toko yang dimiliki
ayah beliau. Tujuannya jelas, untuk membantu ayahnya melunasi hutang kepada
rentenir. Dua tahun kemudian hutang pun terbayar, toko ayahnya maju, dan Eka
pun bersekolah.
Karena masalah ekonomi, Eka kecil tak mampu melanjutkan sekolahnya, dan
hanya mendapatkan ijazah SD. Eka kecil
pun mulai berjualan, berlandaskan pengalamannya dalam berjualan yang telah
membentuknya menjadi seorang pedagang, beliau memulai usahanya dari berjualan
biskuit, kembang gula, barang bekas sisa peledakan pelabuhan semen, pemborong
rumah, bisnis minyak kelapa, grosir makanan, kopra, dll. Tetapi itu semua tidak
semudah, dan semulus kenyataannya, penuh lika liku dan tantangan, serta masalah
yang beliau hadapi.
Sampai akhirnya pada usia senja beliau mendirikan PT Tjiwi Kimia yang
bergerak di bidang bahan kimia, yang kemudian berkembang menjadi pabrik kertas,
mendirikan PT Smart perkebunan kelapa sawit. Pada usia 59 tahun, memiliki BII,
saat ini Sinarmas Group mengoperasikan Bank Sinarmas. dan pada usia 61 tahun,
beliau membeli perusahaan kertas PT Indah Kiat Pulp&Paper di Tangerang,
setelah 10 tahun beliau membeli perusahaan tersebut produksi Indah Kiat yang
semula 50.000 ton per tahun menjadi 700.000 ton per tahun.
Lika-Liku dalam Berdagang dan Bekerja
Pada usia 15 tahun, Eka Tjipta mencoba
dengan berjualan kembang gula dan biskuit. Beliau memulai usahanya
dengan tanpa modal, beliau mengambil barang dagangan terlebih dahulu, dan
membayarnya bila barang dagangan tersebut laku. Akan tetapi pada awalnya beliau
ditolak oleh pemilik toko grosir. Dalam keadaan seperti ini, beliau tidak patah
arang, di dalam pikiran beliau, hanya ada satu keinginan untuk survive demi
merubah nasib keluarganya. Akhirnya dengan bermodal ijazah SD beliau sebagai
jaminan, beliau dapat dipercaya oleh pemilik toko grosir untuk menjualkan
barang dagangannya.
Eka adalah anak yang ulet dan pekerja keras, bahkan beliau dengan semangat berjualan dengan sepedanya menjual barang dagangannya ke toko-toko di wilayah
Namun usaha tersebut hancur total,
karena ulah Jepang yang menyerbu Indonesia, termasuk Makassar, tak ada barang
lagi yang bisa dijual. Total keuntungan Rp 2000 yang beliau kumpulkan susah
payah selama bertahun-tahun, habis dibelanjakan untuk kebutuhan sehari-hari.
Dalam keterpurukan, beliau tidak mudah menyerah, dan tidak mudah putus
asa. beliau terus berusaha keras agar tujuannya untuk memperbaiki kehidupannya
bisa terwujud nyata. Eka pun mengayuh sepedanya mengelilingi Makassar ,
sambil berpikir untuk mencari ide bisnis baru. Sampailah beliau di
Paotere, di situlah beliau melihat
betapa ratusan tentara Jepang sedang mengawasi ratusan tawanan pasukan Belanda.
Tetapi bukan tentara Jepang dan Belanda yang menarik Eka, melainkan bongkahan
semen, besi-besi bekas dan barang lain-lainnya. Otak bisnis Eka segera
berputar.
Eka pun bergegas pulang dan mengadakan persiapan untuk membuka tenda di
dekat lokasi itu. Beliau merencanakan menjual makanan dan minuman kepada
tentara Jepang yang ada di lapangan kerja itu. Keesokan harinya, masih pukul
empat subuh, Eka sudah di Paotere. Beliau membawa serta kopi, gula, kaleng
bekas minyak tanah yang diisi air, oven kecil berisi arang untuk membuat air
panas, cangkir, sendok dan sebagainya. Semula alat itu beliau pinjam dari
ibunya. Enam ekor ayam ayahnya ikut beliau pinjam. Ayam itu dipotong dan
dibikin ayam putih gosok garam. Beliau juga pinjam satu botol wiskey, satu
botol brandy dan satu botol anggur dari teman-temannya.
Jam tujuh pagi
beliau sudah siap jualan.
Benar saja, pukul tujuh, 30 orang Jepang dan tawanan Belanda mulai datang
bekerja. Tapi sampai pukul sembilan pagi, tidak ada pengunjung. Eka memutuskan
mendekati bos pasukan Jepang. Eka mentraktir si Jepang makan minum di tenda.
Setelah mencicipi seperempat ayam komplit dengan kecap cuka dan bawang putih,
minum dua teguk whisky gratis, si Jepang bilang joto. Setelah itu, semua anak
buahnya dan tawanan diperbolehkan makan minum di tenda Eka. Tentu saja beliau
meminta izin untuk mengangkat semua barang yang sudah dibuang.
Segera Eka mengerahkan anak-anak sekampung mengangkat barang-barang itu
dan membayar mereka 5 – 10 sen. Semua barang diangkut ke rumah dengan becak. Halaman
rumah Eka, dan setengah halaman tetangga penuh terisi segala macam barang.
Beliau pun bekerja keras memilih apa yang dapat dipakai dan dijual. Terigu
misalnya, yang masih baik dipisahkan. Yang sudah keras ditumbuk kembali dan
dirawat sampai dapat dipakai lagi. Beliau pun belajar bagaimana menjahit
karung.
Karena waktu itu keadaan perang, maka suplly bahan bangunan dan barang
keperluan sangat kurang. Itu sebabnya semen, terigu, arak Cina dan barang
lainnya yang beliau peroleh dari puing-puing itu menjadi sangat berharga.
Beliau mulai menjual terigu. Semula terigu, hanya Rp. 50 per karung, lalu
beliau menaikkan menjadi Rp. 60, dan akhirnya Rp. 150. Untuk semen, beliau
mulai menjual Rp. 20 per karung, kemudian Rp. 40.
Kala itu ada kontraktor hendak membeli semennya, untuk membuat kuburan
orang kaya. Tentu Eka menolak, ide bisnis Eka pun berjalan, Maka Eka pun
kemudian menjadi kontraktor pembuat kuburan orang kaya. Beliau membayar tukang,
Rp. 15 per hari ditambah 20 persen saham kosong untuk mengadakan kontrak pembuatan
enam kuburan mewah. Beliau mulai dengan Rp. 3.500 per kuburan, dan yang
terakhir membayar Rp. 6.000. Setelah semen dan besi beton habis, beliau
berhenti sebagai kontraktor kuburan.
Setelah itu, beliau berdagang kopra, dan berlayar berhari-hari ke Selayar
(Selatan Sulsel) dan ke sentra-sentra kopra lainnya untuk memperoleh kopra
murah. Beliau tidak mengeluh karena transportasi yang sulit saat itu.
Eka pun mereguk laba besar, tetapi mendadak beliau nyaris bangkrut karena
Jepang mengeluarkan peraturan bahwa jual beli minyak kelapa dikuasai Mitsubishi
yang memberi Rp. 1,80 per kaleng. Padahal di pasaran harga per kaleng Rp. 6.
Eka rugi besar.
Beliau pun mencari peluang lain. Berdagang gula, lalu teng-teng (makanan
khas Makassar dari gula merah dan kacang tanah), wijen,
kembang gula. Tapi ketika mulai berkibar, harga gula jatuh, beliau rugi besar,
modalnya habis lagi, bahkan berutang. Eka harus menjual mobil jip, dua sedan
serta menjual perhiasan keluarga termasuk cincin kawin untuk menutup utang
dagang.
Tapi Eka berusaha lagi. Dari usaha leveransir dan aneka kebutuhan
lainnya. Usahanya juga masih jatuh bangun. Misalnya, ketika sudah berkibar
tahun 1950-an, ada Permesta, dan barang dagangannya, terutama kopra habis
dijarah oknum-oknum Permesta. Modal beliau habis lagi. Namun Eka bangkit lagi,
dan berdagang lagi.
Pada masa Orde Baru, usaha beliau berkembang, PT Tjiwi Kimia yang beliau
dirikan dapat memproduksi 10.000 ton kertas, tahun 1980-1981 beliau membeli
perkebunan kelapa sawit seluas 10 ribu hektar di Riau, mesin serta pabrik
berkapasitas 60 ribu ton. Perkebunan dan pabrik teh seluas 1.000 hektar
berkapasitas 20 ribu ton dibelinya pula.
Tahun 1982, beliau membeli Bank Internasional Indonesia(BII), hingga
sekarang BII memiliki 40 cabang dan cabang pembantu, dengan aset Rp 9,2
triliyun. PT. Indah Kiat juga beliau beli. Tidak hanya di bisnis kertas,
perbankan dan minyak. Eka juga merambah bisnis real estate. Beliau bangun ITC
Mangga Dua, ruko, apartemen lengkap dengan pusat perdagangan. Di Roxy beliau
membangun apartemen Green View, di Kuningan ada Ambassador.
“Saya Sungguh menyadari, saya bisa seperti sekarang karena Tuhan Maha
Baik. Saya sangat percaya Tuhan, dan selalu ingin menjadi hamba Nya yang baik”
katanya mengomentari semua suksesnya kini. “Kecuali itu, hematlah,” tambahnya.
Beliau menyarankan, kalau hendak menjadi pengusaha besar, belajarlah
mengendalikan uang. Jangan laba hanya Rp. 100, belanjanya Rp. 90. Dan kalau
untung Cuma Rp. 200, jangan coba-coba belanja Rp. 210,” Waahhh, itu cilaka
betul,” katanya.
Pelajaran yang didapat :
1.
Bersyukurlah selalu kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
Tuhan Itu Baik.
2.
Untuk Menjadi Sukses, Tidak Ada Cara yang Instan, Perlu
Adanya Proses.
3.
Kegagalan Tidak Akan Menjadi Penghalang, Jika Kita
Memiliki Tekad yang Kuat.
4.
Kalau hendak menjadi pengusaha besar, belajarlah
mengendalikan uang.
5.
Nikmati Proses yang Ada, Jangan Mengeluh.
6.
Tanpa Ijazah pun Kita Bisa Sukses, Jadi Jangan
Menyerah.
Kegigihan, kerja keras, pantang menyerah serta doa merupakan kunci sukses
dalam menjalani sebuah usaha. Hal ini dibuktikan oleh Eka Tjipta Widjaja. Siapa
yang sangka bos besar Sinarmas Grup ini hanya memiliki ijazah SD ketika awal ia
merintis bisnisnya.
Ijazah hanya selembar kertas sedangkan pantang menyerah merupakan modal
utama dalam berdagang. Berkali-kali jatuh harusnya membuat kita berusaha agar
tidak jatuh dengan alasan yang sama.
Jeli dalam melihat setiap peluang usaha dan semangat dari Eka merupakan
hal yang patut kita contoh dalam setiap memulai usaha. Dan jangan lupa,
kepercayaan konsumen adalah hal pertama yang harus kita jaga
Semoga bermanfaat, itu hasil tugas kelompok saya dan kawan-kawan pada Mata Kuliah Kewirausahaan, dan alhamdulillah menjadi ringkasan yang terbaik di kelas. Terima kasih untuk Bu Dewi Ameliah Nafiati S.Pd. M.Si. selaku dosen MK Kewirausahaan, Gemblengan Ibu menjadikan kami untuk bekerja keras agar hasilnya terbaik, walaupun hasil presentasinya kurang memuaskan.
sampai jumpa di postingan yang lain ..
Semoga bermanfaat, itu hasil tugas kelompok saya dan kawan-kawan pada Mata Kuliah Kewirausahaan, dan alhamdulillah menjadi ringkasan yang terbaik di kelas. Terima kasih untuk Bu Dewi Ameliah Nafiati S.Pd. M.Si. selaku dosen MK Kewirausahaan, Gemblengan Ibu menjadikan kami untuk bekerja keras agar hasilnya terbaik, walaupun hasil presentasinya kurang memuaskan.
sampai jumpa di postingan yang lain ..
0 komentar:
Posting Komentar